Sejarah Perkembangan Ekonomi Islam
Awal mula sejarah perbankan syariah dimulai dari mesir tentang perbankan secara islami. Dimana sistemnya dibuat dengan sitem Aturan Islam. Dimana Pada aturan Islam yang saling menguntungkan dan halal dalam Islam. Sedangkan di indonesia pelopor bank syarian di indonesia adalah Bank Muamalat Indonesia,
l Periode Pertama/Fondasi (Masa awal Islam – 450 H / 1058 M)
Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh
krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa
sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank
ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. [1].Saat
ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang
yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang
Perbankan. Ekonomi syariah berkembang bersama Islam itu sendiri, meski demikian
perkembangan keilmuannya mengalami proses yang berbeda. Secara umum kita bisa
membaginya sebagai berikut.
l Periode Pertama/Fondasi (Masa awal Islam – 450 H / 1058 M)
Pada periode ini banyak sarjana muslim yang pernah hidup
bersama para sahabat Rosulullah dan para tabi’in sehingga dapat memperoleh
referensi ajaran Islam yang akurat. Seperti Zayd bin Ali (120 H / 798 M), Abu
Yusuf (182/798), Muhammad Bin Hasan al Shaybani (189/804), Abu Ubayd (224/838)
Al Kindi (260/873), Junayd Baghdadi (297/910), Ibnu Miskwayh (421/1030),
dll.
l
Periode Kedua (450 – 850 H / 1058 – 1446 M)
Pemikiran ekonomi pada masa ini banyak dilatarbelakangi oleh
menjamurnya korupsi dan dekadensi moral, serta melebarnya kesenjangan antara
golongan miskin dan kaya, meskipun secara umum kondisi perekonomian masyarakat
Islam berada dalam taraf kemakmuran. Terdapat pemikir-pemikir besar yang
karyanya banyak dijadikan rujukan hingga kini, misalnya Al Ghazali (451-505 H /
1055-1111 M), Nasiruddin Tutsi (485 H /1093 M), Ibnu Taimyah (661-728 H /
1263-1328 M), Ibnu Khaldun (732-808 H/ 1332-1404 M), Al Maghrizi (767-846 H /
1364-1442 M), Abu Ishaq Al Shatibi (1388 M), Abdul Qadir Jaelani (1169 M),
Ibnul Qayyim (1350 M), dll.
l
Periode Ketiga (850 – 1350 H / 1446 – 1932 M)
Dalam periode ketiga ini kejayaan pemikiran, dan juga dalam
bidang lainnya, dari umat Islam sebenarnya telah mengalami penurunan. Namun
demikian, terdapat beberapa pemikiran ekonomi yang berbobot selama dua ratus
tahun terakhir, Seperti Shah Waliullah (1114-1176 M / 1703-1762 M), Muhammad bin
Abdul Wahab (1206 H / 1787 M), Jamaluddin al Afghani (1294 M / 1897 M),
Muhammad Abduh (1320 H / 1905 M), Ibnu Nujaym (1562 M), dll
l
Periode Kontemporer (1930 –sekarang)
Era tahun 1930-an merupakan masa kebangkitan kembali
intelektualitas di dunia Islam. Kemerdekaan negara-negara muslim dari
kolonialisme Barat turut mendorong semangat para sarjana muslim dalam
mengembangkan pemikirannya. Zarqa (1992) mengklasifikasikan kontributor
pemikiran ekonomi berasal dari: (1) ahli syariah Islam, (2) ahli ekonomi konvensional,
dan (3) ahli syariah Islam sekaligus ekonomi konvensional.
Ø
Ahmad, Khurshid (1985 h. 9-11) membagi perkembangan pemikiran ekonomi Islam
kontemporer menjadi 4 fase sebagaimana berikut:
Ø
Fase Pertama
Pada pertengahan 1930-an banyak muncul analisis – analisis
masalah ekonomi sosial dari sudut syariah Islam sebagai wujud kepedulian
teradap dunia Islam yang secara umum dikuasai oleh negara-negara Barat.
Meskipun kebanyakan analisis ini berasal dari para ulama yang tidak memiliki
pendidikan formal bidang ekonomi, namun langkah mereka telah membuka kesadaran
baru tentang perlunya perhatian yang serius terhadap masalah sosial ekonomi.
Berbeda dengan para modernis dan apologist yang umum berupaya untuk
menginterpretasikan ajaran Islam sedemikian rupa sehingga sesuai dengan praktek
ekonomi modern, para ulama ini secara berani justru menegaskan kembali posisi
Islam sebagai comperehensive way of life, dan mendorong untuk suatu perombakan
tatanan ekonomi dunia yang ada menuju tatatan yang lebih Islami. Meskipun
pemikiran-pemikiran ini masih banyak membahas hal-hal elementer dan dalam
lingkup yang terbatas, namun telah menandai sebuah kebangkitan pemikiran Islam
modern.
Ø Fase Kedua
Ø Fase Kedua
Pada sekitar tahun 1970-an banyak ekonom muslim yang
berjuang keras mengembangkan aspek tertentu dari ilmu ekonomi Islam , terutama
dari sisi moneter. Mereka banyak mengetengahkan pembahasan tentang bunga dan
riba dan mulai menawarkan alternatif pengganti bunga. Kerangka kerja suatu
perbankang yang bebas bunga mendapat bahasan yang komperehensif. Berbagai
pertemuan internasional untuk pembahasan ekonomi Islam diselenggarakan untuk
mempercepat akselerasi penmgembangan dan memperdalam cakupan bahasan ekonomi
Islam. Konferensi internasional pertama diadakan di Mekkah, Saudi Arabia pada
tahun 1976, disusul Konferensi Internasional tentang Islam dan Tata Ekonomi
Internasional Baru di London, Inggris pada tahun 1977, dua seminar Ilmu Ekonomi
Fiskal dan Moneter Islam di Mekkah (1978) dan di Islamabad, Pakistan (1981),
Konferensi tentang Perbankan Islam dan Strategi Kerjasama Ekonomi di
Baden-baden Jerman Barat (1982), serta Konferensi Internasional Kedua tentang
Ekonomi Islam di Islamabad (1983). Pertemuan yang terakhir ini secara rutin
tetap berlangsung (2001) dengan tuan rumah negara-negara Islam. Sejak itu
banyak karya tulis yang dihasilkan dalam wujud makalah, jurnal ilmiah hingga
berupa buku.
Ø
Fase Ketiga
Perkembangan pemikiran ekonomi Islam selama satu setengah
dekade terakhir menandai fase ketiga di mana banyak berisi upaya-upaya praktikal-operasional
bagi realisasi perbankan tanpa bunga, baik di sektor publik maupun swasta.
Bank-bank tanpa bunga banyak didirikan, baik di negara-negara muslim maupun di
negara-negara non muslim, misalnya di Eropa dan Amerika. Dengan berbagai kelemahan
dan kekurangan atas konsep bank tanpa bunga yang digagas oleh para ekonom
muslim –dan karenannya terus disempurnakan- langkah ini menunjukkan kekuatan
riil dan keniscayaan dari sebuah teori keuangan tanpa bunga.
Ø Fase Keempat
Ø Fase Keempat
Pada saat ini perkembangan ekonomi Islam sedang menuju
kepada sebuah pembahasan yang lebih integral dan komperehensif terhadap teori
dan praktek ekonomi Islam. Adanya berbagai keguncangan dalam sistem ekonomi
konvensional, yaitu kapitalisme dan sosialisme, menjadi sebuah tantangan
sekaligus peluang bagi implementasi ekonomi Islam. Dari sisi teori dan konsep
yang terpenting adalah membangun sebuah kerangka ilmu ekonomi yang menyeluruh
dan menyatu, baik dari aspek mikro maupun makro ekonomi. Berbagai metode ilmiah
yang baku banyak diaplikasikan di sini. Dari sisi praktikal adalah bagaimana
kinerja lembaga ekonomi yang telah ada (misalnya bank tanpa bunga) dapat
berjalan baik dengan menunjukkan segala keunggulannya, serta perlunya upaya
yang berkesinambungan untuk mengaplikasikan teori ekonomi Islam. Hal-hal inilah
yang banyak menjadi perhatian dari para ekonom muslim saat ini.
Sampai januari 2007, diperkirakan ada 300 bank dan institusi
finansial bebasis syariah di seluruh dunia yang asetnya diproyeksikan akan
tumbuh sebesar 1 triliun dollar pada 2013. Ketimbang negara-negara Eropa
lainnya, Inggris paling dulu merealisasikan sistem keuangan syariah. Awalnya
adalah kelimpahan dana dari negara-negara Timur Tengah saat harga minyak bumi
meroket pada sekitar 2000-an. Jadilah, Inggris bersiap diri untuk mengolah dana
ini.Dalam catatan, jumlah penduduk London pada 2005 berada di angka 7,4 juta
jiwa. Total penduduk Inggris sebanyak 60 juta orang. Dari jumlah itu, 1,8 juta
jiwa beragama Islam. Pemerintah berikut industri perbankan Inggris melihat
kenyatan ini sebagai pasar yang potensial
Penutup
Setelah kita menelusuri sejarah hingga perkembangan bank syariah dan praktiknya oleh umat muslim, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa praktek – praktek perbankan sudah dilakukan oleh umat muslim sehingga berkembang sampai saat ini. Walaupun pernah mengalami pengalaman buruk ketika bangsa eropa menjajah negara – negara muslim sehingga praktek ekonomi islam terhambat. Tetapi, ekonomi islam telah membuktikan bahwa mereka bisa bangkit kembali dan berkembang hingga sampai saat ini karena menggunakan konsep – konsep kerjasama yang menguntungkan dan tidak merugikan salah satu pihak, juga tentunya diberkahi oleh Allah SWT
Penutup
Setelah kita menelusuri sejarah hingga perkembangan bank syariah dan praktiknya oleh umat muslim, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa praktek – praktek perbankan sudah dilakukan oleh umat muslim sehingga berkembang sampai saat ini. Walaupun pernah mengalami pengalaman buruk ketika bangsa eropa menjajah negara – negara muslim sehingga praktek ekonomi islam terhambat. Tetapi, ekonomi islam telah membuktikan bahwa mereka bisa bangkit kembali dan berkembang hingga sampai saat ini karena menggunakan konsep – konsep kerjasama yang menguntungkan dan tidak merugikan salah satu pihak, juga tentunya diberkahi oleh Allah SWT
Dengan demikian, praktik perbankan bukanlah hal yang asing
lagi bagi umat muslim. Sehingga proses penggalian hukum untuk merumuskan konsep
perbankan modern yang berbasis syariah tidak dimulai dari nol. Dan tentunya
diperlukan sosialisasi yang lebi agresif mengani bank syariah. Sosialisasi ini
bisa dilakukan dengan memberikan kesempatan yang seluas – luasnya bagi bank
konvensional untuk membuka kantor cabang atau semua pihak yang mampu secara
materi dan legalitas untuk mendirikan bank – bank berbasis syariah di seluruh
pelosok negeri.
0 komentar:
Posting Komentar